Pendidikan

PHE WMO – Program Salt Centre Terintegrasi

PHE WMO – Program Salt Centre Terintegrasi

Desa Banyusangka, Kab. Bangkalan, Madura

Jumlah produksi garam di Indonesia kian menurun, sedangkan jumlah kebutuhan garam setiap tahunnya selalu meningkat. Madura yang merupakan daerah dengan penghasil garam terbesar di Indonesia juga mengalami masalah tersebut, tidak terkecuali di wilayah Kabupaten Bangkalan. 

Pengembangan sektor garam di wilayah Kabupaten Bangkalan saat ini masih kekurangan perhatian dari pemerintah setempat. Pada 2022, produksi garam di Kabupaten Bangkalan hanya 740 ton dari target yang ditetapkan yakni 4.000 ton atau hanya 18,5%. 

Program Salt Centre Terintegrasi memberikan solusi dengan inovasi berupa:

1. Pengenalan Cuaca

Pengenalan cuaca ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat khususnya petani garam untuk mengetahui pertanda alam melalui pemantauan awan. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat dapat melakukan prediksi cuaca secara mandiri. Pengamatan cuaca ini menggunakan teropong binocular yang dapat melihat secara lebih jelas dan dalam jarak yang lebih jauh terkait dengan kondisi awan akan membantu petani garam memprediksi apa yang akan terjadi. Dengan adanya pelatihan ini masyarakat mampu mengukur peluang terjadinya hujan.

2. Teknologi Ulir Filter

Dilakukan dengan cara memodifikasi petak garam yang dibuat secara berulir untuk mempercepat laju air agar lebih cepat tua sehingga mempercepat proses kristalisasi garam. Jika dengan menggunakan metode konvensional proses kristalisasi air tua membutuhkan waktu 21-28 hari, dengan adanya teknologi ulir filter mampu mempercepat proses kristalisasi mencapai 14 hari. Teknologi Ulir Filter ini juga memanfaatkan limbah padat Non B3 PHE WMO berupa pipa sebanyak 0,34785 ton.

3. Inovasi Siram Berbakat

Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh dua masalah yang dihadapi oleh 71 masyarakat Desa Banyusangka. Sampah organik dan juga anorganik sangat banyak ditemui di Desa Banyusangka, hal tersebut dikarenakan Desa Banyusangka memiliki kawasan TPI terbesar di Kabupaten Bangkalan. Disisi lain kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan juga masih rendah dan seringkali membuang sampah sembarangan. Masalah lain adalah masih rendahnya produksi garam rakyat. Melalui pengelolaan lingkungan di Desa Banyusangka dengan menerapkan pengelolaan sampah yang bekerjasama dengan Rumah Daur Ulang (RDU) Kabupaten Bangkalan, sampah yang telah dikumpulkan oleh kelompok selanjutnya ditukar dengan briket. Selanjutnya briket tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses kristalisasi garam. Garam yang diproses dengan evaporasi dengan memanfaatkan briket ini juga memiliki hasil yang lebih putih dan halus. Inovasi ini juga mampu meningkatkan kapasitas produksi mencapai 50 kg per hari.

4. Pengembangan HUB "Jaringan Kerjasama Petani Garam Rakyat"

Inovasi ini dikembangkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat luas karena tingginya harga garam yang dimainkan oleh tengkulak, sedangkan kualitas garamnya rendah. Melalui inovasi ini, petani garam tidak hanya dari Desa Banyusangka tetapi desa sekitar lainnya seperti Desa Tlangoh juga bekerjasama dengan BUMDes Wijaya Kusuma dalam proses distribusi garam. Dengan adanya kerjasama ini BUMDes Wijaya Kusuma telah mampu menjamin stabilitas harga garam khususnya di wilayah Desa Banyusangka dan sekitar Kecamatan Tanjungbumi.

Compass Sustainability

Share: